Go to

Loading

Selasa, 07 Januari 2014

Rendahnya Minat Membaca Pada Siswa Sekolah


Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang tertulis. Dalam membaca melibatkan pengenalan simbol menyusun sebuah pembahasan ( Djiwatampu, 1995 : 38).
            Pada kalangan siswa membaca merupakan sesuatu membosankan, hal ini tentu saja tidak lepas dari berbagai faktor yang mempengaruhi siswa tersebut, tetapi kebanyakan siswa tidak tahu apa dampak yang akan muncul dari kebiasaan buruk tersebut.

            2.1   Faktor penyebab rendahnya minat membaca pada siswa
             Menurut Juhara (2012 : 80) Ada banyak faktor penghambat, mengapa minat baca di Indonesia rendah. Faktor-faktor tersebut diantaranya sebagai berikut :
                  1.      Ketidak pedulian kita akan aktivitas membaca boleh jadi akibat dari kondisi masyarakat kita yang tidak pernah membaca, akibat tidak terbiasa dengan budaya menulis (terbiasa dengan budaya lisan), kedalam bentuk masyarakat yang tidak hendak membaca seiring masuknya teknologi telekomunikasi, informatika dan broadcasting. Akibatnya masyarakat kita lebih senang nonton televisi daripada membaca.
                  2.      Pembelajaran di Indonesia belum membuat siswa unutuk menjadi lebih banyak membaca, tidak hanya terikat dengan materi yang di berikan gurunya.
                  3.      Banyak jenis hiburan, permainan (game) dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku. Banyak kalangan yang menuding perkembangan teknologi audio visual semisal televisi sebagai penyebab hilangnya minat baca buku. Namun perlu kita ketahui, di negara-negara maju seperti Jepang, Inggris dan Amerika kemajuan teknologi audio visual tidak berpengaruh sedikitpun terhadap tinggnya minat orang membaca buku.

                  4.      Orang lebih senang mengunjungi tempat hiburan seperti, taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket, dan lain-lain dari pada membaca buku

                  5.      Budaya baca memang belum diwariskan secara maksimal oleh nenek moyang. Kita terbiasa mendengar dan belajar dari berbagai dongeng, kisah, adat istiadat yang secara verbal dikemukakan orang tua, tokoh masyarakat atau penguasa zaman dulu.

                  6.      Masyarakat belum menempatkan buku sebagai kebutuhan kedua, setelah kebutuhan dasar, seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Dalam setahun belanja masyarakat untuk buku dan surat kabar hanya sebesar Rp. 1,9 trilyun. Ini jauh tertinggal dibanding belanja untuk rokok mencapai Rp. 47 trilyun dan obat terlarang mencapai 145 trilyun.

                  7.      Sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakan atau taman bacaan, masih merupakan barang aneh dan langka. Hampir di semua sekolah, jenis dan jenjang pendidikan perpustakaannya masih belum memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan.

                  8.      Tak ada motivasi dan bimbingan praktis dari guru, utamanya guru bidang studi Bahasa dan Sastra Indonesia. Motivasi tidak hanya berbentuk dorongan yang disampaikan melalui kata-kata

   9.      Rendahnya kualitas guru, harus diakui tidak jarang kita temukan guru-guru (baik disekolah negeri maupun swasta) yang mengajar bukan berdasarkan keahliannya. Misalnya, guru spesifikasinya dibidang matematika karena terbatasnya tenaga pengajar, terpaksa mengajar pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Karena sudah terpaksa, ia pura-pura memahami, mengeksplorasi dan sedikit mengapresiasi. Hasilnya pun nihil karena siswa tidak mendapatkan bimbingan secara maksimal.

            Dari keterangan diatas kita bisa melihat banyak sekali hal-hal yang menyebabkan seorang siswa tidak mempunyai minat membaca, maka hal ini harus menjadi perhatian serius bagi orang tua dan gurunya di sekolah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar