Rendahnya Minat Membaca Pada Siswa Sekolah
Membaca adalah suatu
cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang tertulis. Dalam membaca
melibatkan pengenalan simbol menyusun sebuah pembahasan ( Djiwatampu, 1995 : 38).
Pada kalangan siswa membaca merupakan sesuatu
membosankan, hal ini tentu saja tidak lepas dari berbagai faktor yang
mempengaruhi siswa tersebut, tetapi kebanyakan siswa tidak tahu apa dampak yang
akan muncul dari kebiasaan buruk tersebut.
2.1 Faktor
penyebab rendahnya minat membaca pada siswa
Menurut Juhara (2012 : 80) Ada
banyak faktor penghambat, mengapa minat baca di Indonesia rendah. Faktor-faktor
tersebut diantaranya sebagai berikut :
1. Ketidak
pedulian kita akan aktivitas membaca boleh jadi akibat dari kondisi masyarakat
kita yang tidak pernah membaca, akibat tidak terbiasa dengan budaya menulis
(terbiasa dengan budaya lisan), kedalam bentuk masyarakat yang tidak hendak
membaca seiring masuknya teknologi telekomunikasi, informatika dan broadcasting.
Akibatnya masyarakat kita lebih senang nonton televisi daripada membaca.
2. Pembelajaran di Indonesia belum membuat siswa unutuk menjadi
lebih banyak membaca, tidak hanya terikat dengan materi yang di berikan
gurunya.
3. Banyak
jenis hiburan, permainan (game) dan tayangan TV yang
mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku. Banyak kalangan
yang menuding perkembangan teknologi audio visual semisal televisi sebagai penyebab
hilangnya minat baca buku. Namun perlu kita ketahui, di negara-negara maju
seperti Jepang, Inggris dan Amerika kemajuan teknologi audio visual tidak
berpengaruh sedikitpun terhadap tinggnya minat orang membaca buku.
4. Orang
lebih senang mengunjungi tempat hiburan seperti, taman rekreasi, tempat
karaoke, night club, mall, supermarket, dan lain-lain dari pada membaca buku
5. Budaya
baca memang belum diwariskan secara maksimal oleh nenek moyang. Kita terbiasa
mendengar dan belajar dari berbagai dongeng, kisah, adat istiadat yang secara
verbal dikemukakan orang tua, tokoh masyarakat atau penguasa zaman dulu.
6. Masyarakat
belum menempatkan buku sebagai kebutuhan kedua, setelah kebutuhan dasar,
seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Dalam setahun belanja masyarakat
untuk buku dan surat kabar hanya sebesar Rp. 1,9 trilyun. Ini jauh tertinggal
dibanding belanja untuk rokok mencapai Rp. 47 trilyun dan obat terlarang
mencapai 145 trilyun.
7. Sarana
untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakan atau taman bacaan, masih merupakan
barang aneh dan langka. Hampir di semua sekolah, jenis dan jenjang pendidikan
perpustakaannya masih belum memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan.
8. Tak
ada motivasi dan bimbingan praktis dari guru, utamanya guru bidang studi Bahasa
dan Sastra Indonesia. Motivasi tidak hanya berbentuk dorongan yang disampaikan
melalui kata-kata
9. Rendahnya
kualitas guru, harus diakui tidak jarang kita temukan guru-guru (baik
disekolah negeri maupun swasta) yang mengajar bukan berdasarkan keahliannya.
Misalnya, guru spesifikasinya dibidang matematika karena terbatasnya tenaga
pengajar, terpaksa mengajar pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Karena sudah
terpaksa, ia pura-pura memahami, mengeksplorasi dan sedikit mengapresiasi.
Hasilnya pun nihil karena siswa tidak mendapatkan bimbingan secara maksimal.
Dari keterangan diatas kita bisa melihat banyak sekali
hal-hal yang menyebabkan seorang siswa tidak mempunyai minat membaca, maka hal
ini harus menjadi perhatian serius bagi orang tua dan gurunya di sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar